Di
daerah Tanjung Priok pada tahun 1996, ada 3 orang preman yang kerjaannya cuma
memalak setiap kendaraan truck
kontainer yang hendak masuk pelabuhan. Setelah itu mereka akan menggunakan uang
hasil palakannya itu untuk mabuk-mabukkan, main perempuan atau berjudi.
Hingga pada suatu hari
datanglah seorang pria mengenalkan dirinya bernama Gus Miek. Lantas pria itu
berbicara kesana-kemari tentang banyak hal, mulai dari masalah politik, ekonomi
hingga menyentuh masalah agama.
Begitu lembut dan inteleknya pria itu berbicara, hingga akhirnya ketiga preman ini tertarik dan mulai suka dengannya. Apalagi pria itu orangnya asyik diajak gaul ala preman dan suka traktir makan, minum dan rokok.
Begitu lembut dan inteleknya pria itu berbicara, hingga akhirnya ketiga preman ini tertarik dan mulai suka dengannya. Apalagi pria itu orangnya asyik diajak gaul ala preman dan suka traktir makan, minum dan rokok.
Hingga akhirnya masuk
waktu shalat Dzuhur, lantas Gus Miek mengajak ketiga preman itu untuk ikut
shalat. Pada mulanya mereka menolak, tapi Gus Miek merayunya dengan iming-iming
barangsiapa yang mau shalat dengannya, maka akan dikasih uang Rp. 50.000. Maka
walaupun terpaksa akhirnya ketiga preman ini mau ikut shalat di belakang Gus
Miek, tentu saja niatnya demi mendapat uang.
Begitulah setiap waktu
shalat, pasti mereka shalat berjamaah bersama teman barunya, Gus Miek. Kejadian
ini berlangsung hingga 3 bulan lamanya. Hingga pada akhirnya ada kesadaran
tersendiri bagi tiga preman itu untuk shalat, apalagi Gus Miek juga mengajarkan
masalah agama yang selama ini belum pernah mereka dengar.
Dan memasuki bulan
ke-4, Gus Miek sudah tidak menemui 3 preman tersebut. Tentu saja mereka kalang
kabut, karena sudah terbiasa shalat berjamaah bersama Gus Miek. Mulai ada
kerinduan dari ketiga preman itu akan sosok pria misterius yang selama ini
selalu mengajak mereka kepada kebaikan dan mengajarkan mereka tentang masalah
agama.
Rupanya tingkah mereka
menarik perhatian Ustadz Suhaimi yang ketika itu baru pulang dari acara Maulid
di Masjid Luar Batang. Lalu sang ustadz menghampiri mereka di teras masjid dan
menanyakan banyak hal. Kemudian 3 preman itu bercerita tentang perjumpaan
mereka dengan seorang pria misterius yang membuat mereka akhirnya mulai
mendalami masalah agama.
Betapa kagetnya Ustadz
Suhaimi ketika mendengar nama Gus Miek disebut oleh mereka. Lantas sang ustadz
yang saat itu membawa buku saku tentang Dzikrul Ghofilin memperlihatkan foto
seorang ulama kepada ketiga preman itu: “Apakah pria misterius itu seperti
orang ini?”
Dengan nada heran,
preman itu menjawab: “Iya benar. Apakah Ustadz kenal dengan dia?”
Ustadz Suhaimi menjawab: “Bukan kenal lagi, ini guru saya. Beliau seorang ulama besar yang merupakan seorang waliyullah. Dan beliau sudah wafat 3 tahun yang lalu.”
Ustadz Suhaimi menjawab: “Bukan kenal lagi, ini guru saya. Beliau seorang ulama besar yang merupakan seorang waliyullah. Dan beliau sudah wafat 3 tahun yang lalu.”
Seperti tersambar
petir, terkejut bukan kepalang tiga preman ini mendengar penjelasan Ustadz
Suhaimi. Jadi selama ini mereka mendapat pencerahan dari seorang ulama besar,
waliyullaah masyhur, yang sudah lama wafat. Menangislah mereka sambil menciumi
tangan Ustadz Suhaimi sambil menyatakan keinginan mereka untuk bertaubat dan
meminta beliau mau mengajari mereka tentang masalah agama. Akhirya sang ustadz
pun menyanggupinya dengan berurai air mata.
Kisah ini mengandung
pelajaran, bahwa Allah memberikan hidayah kepada siapa saja yang Ia kehendaki.
Dan juga mengajarkan bahwa para wali Allah itu tiadalah bagi mereka mati, jasad
boleh mati tapi dakwah mereka akan tetap hidup kapan pun dan di manapun.
sumber: babeindonesia
0 Response to "Gus Miek dan preman Tanjung Priok"
Post a Comment