Nursela mungkin satu diantara anak perempuan di negeri ini yang terlahir dalam kondisi kurang beruntung. Kedua tangan dan kakinya lumpuh, mulutnya pun tak mampu berbicara. Hanya ada sesekali senyum dan tangis untuk mengekspresikan perasaannya terhadap suasana yang ia rasakan di sekelilingnya.
Saat awak media tiba di rumah yang masih belum rampung sempurna, di RT 04 Desa Kota Karang, terlihat Nursela, atau Sela fisiknya tak sempurna. Selain Nursela, Ade Ratna juga harus menjaga putri bungsunya, Mesia Putria Permata Sari (6 tahun).
Adik Nursela, terbilang beruntung, sehingga bisa bersekolah. Jika dalam kondisi normal, Nursela saat ini sudah duduk di bangku SMP.
Di atas karpet tipis, Nursela menghabiskan hari-harinya dengan berbaring. Selama 12 tahun ia hanya melewatkan waktunya dengan membaringkan kepalanya di atas bantal. Bagi orang normal tentu sangat risih berbaring 24 jam dengan kondisi pinggul dan kaki seperti menekuk. Sementara tangannya terkulai dan jari-jarinya tampak tak bisa digerakkan.
Sesekali ia duduk di pangkuan dan gendongan ibunya. Rambutnya dipotong pendek agar tetap terlihat segar. Kepada awak media Nursela tetap memberikan sambutannya dengan senyum ramah.
Ade Ratna, ibunda Nursela menuturkan, saat lahir Nursela masih terlihat normal. Hingga pada usia 7 bulan setelah suntik imunisasi tubuh Nursela sering kejang-kejang disertai dengan demam panas tinggi.
"Waktu lahir normal. Setelah disuntik imunisasi di usia 7 bulan, Nursela sering kejang-kejang. Selain kejang, Sela juga sering demam panas tinggi," ceritanya.
Upaya janda beranak dua ini untuk mengobati Nursela bukannya tak pernah dicoba. Akan tetapi setelah mereda, beberapa hari kemudian suhu tubuh Nursela kembali naik dan memburuk. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga pertumbuhan Nursela tak normal. Kaki dan tangannya terkulai lemas dan mengecil. Berbagai upaya pengobatan sudah dilakukan. Dari rumah sakit pemerintah hingga swasta didatangi, dan hasilnya nihil. Kekurangan biaya pengobatan juga membuat Ratna pasrah.
"Sudah sering saya bawa berobat ke rumah sakit. Semua upaya sudah saya lakukan untuk mengobati Sela. Tapi tak kunjung sembuh. Lagi pula kalau mau berobat inap, terus terang saya tidak punya uang untuk bayar rumah sakitnya," ceritanya.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka termasuk membiayai pendidikan Mesia yang duduk di kelas 1 SD, Ratna menjadi buruh cuci pakaian. Ia berangkat sejak pukul 06.00 pagi setelah memberi makan Sela. Saat magrib, ia pulang, meninggalkan Sela seorang diri dalam kondisi pintu rumah dikunci dari luar.
Itu pun upah yang diterimanya masih terkadang kurang. Sehingga sambil menunggu Mesia pulang sekolah. Ratna terkadang menyambi jadi tukang cuci piring di rumah makan. (Kaharudin)
sumber asli : http://www.kilasjambi.com/index.php/seputar-jambi/item/837-kisah-bocah-lumpuh-yang-terpaksa-ditinggal-sendiri-di-rumah
0 Response to "Sedih .. Kisah Bocah Lumpuh yang Terpaksa Ditinggal Sendiri di Rumah"
Post a Comment